25 Agustus 2022. Sebagai lembaga pengembangan SDM, Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (P2SDM) IPB kembali menyelenggarakan pelatihan audit mutu internal perguruan tinggi. Pelatihan hari pertama dilangsungkan pada hari Kamis, 25 Agustus 2022 melalui zoom meeting. Sekitar pukul 09.00 WIB sesi materi dibuka oleh moderator yakni Bapak Dr. Warcito, SP.MM yang menjabat sebagai sekretaris P2SDM IPB. Materi pertama yang disampaikan dalam pelatihan ini adalah mengenai kebijakan nasional sistem penjaminan mutu perguruan tinggi itu sendiri.
Narasumber pertama yang dihadirkan adalah Bapak Dr. Wonny Ahmad Ridwan yang menjadi narasumber nasional untuk materi penjaminan mutu perguruan tinggi sekaligus menjabat sebagai Kepala Lembaga Sertifikasi Profesi Vokasi IPB University. Bapak Wonny pertama-tama mengulas mengenai dasar hukum yang digunakan dalam penjaminan mutu pendidikan tinggi. Dasar hukum tersebut merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Selain itu, sistem pejaminan mutu pergutuan tinggi juga merujuk pada Permendikbud, Permenristekdikti, dan per-BAN-PT.
Penyampaian materi oleh Bapak Dr. Wonny Ahmad Ridwan
Sistem penjaminan mutu perguruan tinggi terdiri dari sistem penjaminan mutu internal dan eksternal, masing-masing memiliki siklus dalam upayanya meningkatkan budaya mutu. Pertama, sistem penjaminan mutu internal (SPMI) yang terdiri dari siklus PPEP, yaitu: Penetapan standar dikti; Pelaksanaan standar dikti, Evaluasi pelaksanaan standar dikti; Pengendalian pelaksanaan standar dikti; dan Peningkatan standar dikti. Sedangkan dalam sistem penjaminan mutu eksternal (SPME) terdiri dari siklus EPP, yaitu: Evaluasi data dan informasi; Penetapan status akreditasi dan peringkat terakreditasi; dan Pemantauan dan evaluasi status akreditasi dan peringkat terakreditasi. Dengan siklus-siklus tersebut diharapkan dapat menciptakan perbaikan yang berkelanjutan.
Dalam sesi diskusi, peserta aktif bertanya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan materi yang telah disampaikan oleh Bapak Wonny.Melalui sesi diskusi, pembahasan menjadi lebih mengalir dan menarik.
“Apa beda antara SOP dengan standar?” tanya salah satu peserta pelatihan. “SOP itu adalah petunjuk teknis bagaimana memenuhi standar, sedangkan standar itu sendiri adalah sasaran mutu,” ungkap Bapak Wonny menanggapi. Pertanyaan lain dari peserta adalah mengenai kebijakan pendidikan tinggi terbaru, yakni program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
“Seperti apa caranya ketika membuat konversi nilai dari aktivitas-aktivitas dalam MBKM?” Tanggapan Bapak Wonny terhadap pertanyaan tersebut adalah bahwa hal itu tergantung jenis dan durasi aktivitasnya. Aktivitas MBKM dapat dikonversi kepada mata kuliah yang paling erat kaitannya dengan aktivitas yang dijalani, serta hitungan SKSnya tergantung pada durasi kegiatannya.
Sesi kedua pada pagi hari pertama ini selanjutnya diisi oleh narasumber kedua, yakni Bapak Dr Yudi Chadirin, S.TP., M.Agr. Beliau menyampaikan materi mengenai tahap ketiga dalam siklus PPEPP yakni evaluasi pelaksanaan standar dikti dalam SPMI. Terdapat beberapa tujuan dengan dilakukannya evaluasi ini, yakni: untuk memastikan SPMI memenuhi standar; untuk mengidentifikasi peluang perbaikan SPMI; serta untuk mengevaluasi efektifitas penerapan SPMI. Evaluasi ini dilakukan secara berkala melalui pelaksanaan audit mutu internal (AMI) perguruan tinggi.
Penyampaian materi oleh Bapak Dr Yudi Chadirin, S.TP., M.Agr.
Berdasarkan Permenristekdikti No.62 Tahun 2016 Pasal 5 ayat 2, audit mutu internal (AMI) dilakukan oleh auditor sedangkan akreditasi dilakukan oleh asesor. Adapun tahapan pelaksanaan audit terdiri dari audit dokumen lalu diikuti dengan audit lapangan (visitasi). Untuk menentukan keberhasilan dilaksanakannya audit sebagai evaluasi sistem penjaminan mutu adalah dilihat dari beberapa indikator. Indikator tersebut dilihat dari adanya tindak lanjut setelah audit, pengimplementasian rekomendasi, dan permintaan untuk diaudit kembali.
“Mengenai periode diselenggarakannya audit, idealnya dilaksanakan setiap semester atau bagaimana Pak?” tanya salah satu peserta. Bapak Yudi menanggapi bahwa periode pelaksanaan audit dapat disesuaikan dengan kondisi perguruan tinggi masing-masing, bergantung sumberdaya yang dimilikinya. Jika mampu melakukan audit setiap semester itu adalah hal yang bagus, namun poin terpentingnya adalah bahwa wajib dilakukannya audit secara berkala, minimal satu tahun sekali. Pembahasan dan diskusi di sesi pagi hari ini usai berakhir sekitar pukul 12.00 WIB dan dilanjutkan sesi siang harinya setelah jeda isoma. (farh)