Senin, 30 Mei 2022 P2SDM LPPM IPB University melaksanakan pelatihan pendamping peningkatan budaya mutu PT (penyusunan dokumen SPMI) yang dilaksanakan secara daring melalui zoom meeting. Kegiatan ini merupakan hari pertama dari rangkaian awal 3 (tiga) hari yang dilaksanakan mulai dari hari Senin, 30 Mei 2022 dan hari Selasa, 31 Mei 2022 serta hari Kamis, 02 Juni 2022. Kegiatan ini dihadiri oleh para peserta yang berjumlah 40 orang yang tersebar dari berbagai PT di Indonesia. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS selaku kepala pusat P2SDM LPPM IPB University dan Tintin Sarianti, SP., MM selaku koordinator dari acara pelatihan pendamping. Kemudian, kegiatan ini dipimpin oleh Warcito, SP., MM selaku sekretaris pusat P2SDM LPPM IPB University dengan para pembicara yaitu Dr. Wonny Ahmad Ridwan dan Yudith Vega Paramitadevi, ST., M.Si.
Tujuan dari kegiatan ini adalah mampu meningkatkan budaya mutu berkualitas sehingga standar kualitas PT di Indonesia mampu meningkat. Materi pertama diisi oleh Bapak Wonny pembuatan standar SPMI. Beliau mengatakan bahwa penyusunan standar PT memiliki aturan yang diatur dalam Permendikbud No. 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti). SN Dikti merupakan satuan yang meliputi SN pendidikan, SN penelitian, dan SN PkM. Standar nasional selalu berkaitan dengan kriteria minimal pada masing-masing satuan. Tujuan dengan adanya SN Dikti adalah menjamin tercapainya tujuan pendidikan tinggi; menjamin agar pembelajaran pada program studi, penelitian, dan PkM mencapai mutu sesuai dengan kriteria; dan mendorong agar PT mampu mencapai mutu pembelajaran, penelitian, dan PkM. Penyusunan dokumen SPMI harus melampaui dari SN Dikti karena standar nasional selalu berkaitan dengan kriteria minimal dan menjadi dasar dalam akreditasi.
Isi dokumen setiap standar terdiri dari visi misi; rasionale; definisi istilah; pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam mencapai isi standar; pernyataan isi standar; strategi pelaksanaan standar; indikator ketercapaian; dokumen terkait; dan referensi. Kemudian, isi dokumen setiap standar mampu ditujukan untuk penyelarasan SN Dikti dengan kriteria akreidtasi. Terdapat 9 (sembilan) kriteria akreditasi yaitu visi, misi, tujuan, dan sasaran; tata pamong dan kerja sama; mahasiswa; SDM; keuangan, sarana, dan prasarana; pendidikan; penelitian; pengabdian kepada masyarakat; dan keluaran serta dampak tridharma. Penyelarasan yang dilakukan terdiri dari standar Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi (VTMS), indikator, serta strategi dalam penyelarasan. Adanya penyelarasan ini berguna untuk meningkatkan mutu dan akreditasi dari suatu program studi dan PT.
Penjelasan dari Bapak Wonny mampu memberikan gambaran terkait penyusunan standar PT. Namun, peserta pada pelatihan pendamping kali ini cukup pasif sehingga hanya ada 2 (dua) pertanyaan saja yang diajukan untuk Bapak Wonny. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan standar dan Lembaga Akreditas Mandiri (LAM). Beliau menjawab 2 (dua) pertanyaan tersebut dengan jelas. Standar SPMI dibuat berdasarkan kebutuhan dengan program studi yang bersangkutan. Standar untuk program studi dibuat di Unit Pengelola Program Studi (UPPS) Fakultas dengan mencakup dari target-target program studi. LAM yang diacu dalam pembuatan SPMI adalah semua LAM karena tiap LAM memiliki perbedaan. Jawaban dari Bapak Wonny terhadap pertanyaan para peserta mampu memberikan pemahaman baru terhadap para peserta lainnya yang tidak bertanya.
Pemateri kedua dari pelatihan pendamping peningkatan budaya mutu adalah Yudith Vega Paramitadevi, ST., M.Si yang menjelaskan terkait pembuatan dokumen kebijakan SPMI. Beliau menjelaskan bahwa SPMI merupakan dokumen yang setara dengan renstra atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). SPMI memiliki format yang berbeda-beda pada tiap departemen dan fakultas. Dokumen SPMI yang dibuat harus merujuk pada renstra institusi karena dokumen SPMI tidak bisa berdiri sendiri. Penyusunan dokumen SPMI juga berkaitan dengan kebijakan SPMI yang merupakan dokumen uraian secara garis besar tentang bagaimana suatu PT memahami, merancang, dan mengimplementasikan SPMI PT dalam penyelenggaraan PT sehingga terwujud budaya mutu pada PT tersebut. Dokumen SPMI hanya boleh dibuat maksimal 20 halaman.
Penjelasan dari Ibu Vega mampu memberikan insight kembali. Namun, lagi-lagi, para peserta cukup pasif dalam bertanya sehingga hanya ada 3 (tiga) pertanyaan yang diajukan kepada Ibu Vega. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan pengajuan akreditasi, penulisan ulang standar, dan skema SPM. Beliau menjawab 3 (tiga) pertanyaan tersebut dengan jelas. Penilaian akreditasi saat ini menggunakan 9 kriteria dan dilihat berdasarkan aspek kualitatif dengan tidak akreditasi (paling rendah) dan sangat unggul (paling tinggi). Kemudian, kebijakan hanya dibuat oleh 1 (satu) universitas karena harus sesuai dengan VMTS dimana kebijakan mengacu pada standar sebagai referensi utama dan tidak mengubah standar yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Pembuatan SPM, khususnya SPM fakultas, harus berkoordinasi dengan gugus penjamin mutu, monitoring sasaran mutu, dan auditee di tingkat fakultas. Jawaban dari Ibu Vega terhadap pertanyaan para peserta mampu memberikan pemahaman baru terhadap para peserta lainnya yang tidak bertanya.
Kegiatan pelatihan pendamping peningkatan budaya mutu PT sangat berguna untuk meningkatkan kualitas dari para peserta dalam proses pembuatan SPMI demi meningkatkan kualitas PT. Para pembicara berpesan bahwa pembuatan dokumen SPMI harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan membutuhkan latihan yang banyak. Tugas-tugas yang sudah diberikan oleh pihak P2SDM LPPM IPB University diharapkan mampu meningkatkan kualitas dari para peserta terkait pemahaman SPMI. Harapannya, pelatihan pendamping peningkatan budaya mutu PT mampu meningkatkan kualitas para peserta dan PT untuk Indonesia yang lebih baik. Oleh karena itu, kegiatan ini diharapkan mampu berlanjut sehingga kualitas para peserta selalu meningkat dari waktu ke waktu. (Arm)