Selasa, 17 Mei 2022 P2SDM LPPM IPB University melaksanakan pelatihan terkait pendamping budaya mutu PT (Auditor AMI PT Sertifikasi ISO 17024) secara daring melalui zoom meeting. Kegiatan dimulai dengan pembukaan secara simbolis dan dilanjutkan dengan pemberian materi. Pada hari pertama pelatihan ini diberikan materi oleh Dr. Wonny Ahmad Ridwan terkait dengan kebijakan nasional sistem penjamin mutu perguruan tinggi (SPMI dan SPME). Beliau menjelaskan bahwa untuk melaksanakan penjaminan mutu adalah menyeselaraskan antara pelaksanaan SPMI di tempat peserta. Seperti yang diketahui bahwa SPMI terdiri dari PPEPP yakni penetapan standar dikti, pelaksanaan standar dikti, evaluasi standar dikti, pengendalian (peningkatan) standar dikti, dan peningkatan standar dikti. Melalui SPMI kan diuji di SPME yang terdiri dari EPP (Evaluasi data dan informasi, penentapan status akreditasi dan peringkat terakreditasi, pemantauan dan evaluasi status akreditasi dan peringkat terakreditasi). Poin ketiga yakni pemantauan dan evaluasi status akreditasi dan peringkat terakreditasi ini siapakah yang memantau apakah LAN atau BAN-PT. Berdasarkan tujuannya adalah meningkatkan budaya mutu di PT meliputi pola pikir, pola sikap, dan pola perilaku berdasarkan standar dikti.
Peserta bernama Pak Udi Pramudi bertanya bahwa standar nasional dikti itu ada 24 macam, diakreditasi sering ditanyakan terkait IKT atau standar tambahan, apakah bisa jika standar visi, mahasiswa, dan kerja sama dijadikan standar baru sebagai standar tambahan, kemudian jika bisa bagaimana trik cara menetapkan standar demikian. Pertanyaan kedua yang ditanyakan oleh Pak Udi Pramudi adalah terkait dengan penetapan standar dituangkan dalam renstra, dengan demikian beliau meminta tips untuk menilai standar yang tidak terukur itu untuk bisa dikuantitatifkan. Setelah Pak Udi menyelesaikan pertanyaannya, Pak Wonny langsung menjawab pertanyaan Pak Udi satu persatu. Pak Wonny menjelaskan bahwa boleh memasukan visi, mahasiswa, dan kerja sama kedalam IKT, hal ini dikarenakan didalam BAN-PT disebutkan yang masuk dalam IKU hanya SN DIKTI yang ada 24 macam, sedangkan selain dari 24 macam tersebut masuk kedalam IKT. Selain itu, Pak Wonny menambahkan balik lagi semua tergantung dari visi PT tersebut mau unggul atau tidak, jika unggul standarnya harus mengacu ke standar unternasional. Pak Wonny menjawab terkait dengan renstra didahulukan baru menjadi standar, renstra harus terukur secara SMART. Standar yang tidak terukur itu bisa dibuat rubrik dengan ketentuan BAN-PT bisa nanti dilakukan ATM (amati, tiru, modifikasi).
Masih disesi tanya jawab, peserta dengan nama Bu Agung Kusuma Wardani bartanya yakni apakah di fakultas itu wajib ada SPI atau tidak, selanjutnya beliau ingin mendapatkan penjelasan lebih terkait dengan perbedaan SPI dengan SPMI. Pak Wonny menjawab bahwa SPI didalam PP No. 4 Tahun 2014 disebutkan bahwa satuan pengawas internal (SPI) yang melakukan pengawasan non akademik atas perintah pimpinan pegawai negeri. Untuk penjamin mutu lebih mengarah ke akademik, namun untuk PT swasta, SPI dan SPMI menjadi satu sehingga sama-sama dilakukan. Peserta lain atas nama Bu Indah menanyakan perihal UPPS bahwa jika terjadi bias antara direktur dan wakdir 1, apakah perlu dibentuk unit tersendiri atau secara otomatis ada didirektur, wakdir atau politekniknya. Kemudian Pak Wonny menjawab bahwa idealnya satu prodi harusnya ada tiga auditor. Standar boleh dipilih, tetapi harus dilihat jadwal akreditasi, sebelum jatuh tempo semua standar harus diaudit. UPPS tidak usah membentuk lagi. Sebenarnya umumnya jika di politeknik, UPPS tersebut adalah politeknik kemudian direktur adalah pengelola program studi karena tidak mendistribusi sumberdaya kecuali di politeknik yang besar sudah ada pembagian penyebaran sumberdaya. Koordinasi bisa ke wakdir 1 atau 2, bukan hanya ke wakdir 1. Oleh karena itu, unit penjamin mutu itu bisa dikatakan tangan kanannya direktur.
Setelah diberikan materi pertama dilanjutkan materi yang kedua yaitu terkait dengan pemahaman evaluasi pelaksanaan standar SPMI (AMI-PT) dan kode etik auditor. Seperti yang diketahui bahwa evaluasi pelaksanaan standar SPMI merupakan instrument evaluasi diri yang ditinjau secara berkala, disesuaikan dengan kondisi-kondisi internal perguruan tinggi, UPPS, program studi, praktek yang baik yang berlaku di Indonesia, serta perkembangan di dunia internasional sesuai dengan VMTS perguruan tinggi, VMTS UPPS dan pengembangan program. Pak Wonny menjelaskan dengan jelas terkait dengan materi. Beriringan dengan penjelasan yang diberikan, ada beberapa peserta yang bertanya. Bu Ayu selaku peserta pelatihan menjelaskan bahwa dalam PT tempat beliau bekerja sudah ada rubrik penilaian dan rumus untuk menghitung standar yang digunakan, kemudian beliau bertanya bertanya bahwa apakah benar untuk temuan audit diletakkan dikesimpulan setelah skoring keluar. Selain itu, beliau bertanya terkait dengan maksud melampaui hanya cukup ada standar tambahan atau ada standar yang dilampaui. Pak Wonny menanggapi bahwa rubrik tersebut harus disepakati terlebih dahulu apakah itu melampaui atau tidak, kemudian bagaimana mengukurnya. Beliau juga menampilkan terkait dengan lampiran 6b PerBan PT, kemudian dijelaskan arti poin yang melampaui seperti apa dan kesepakatan itu disesuaikan dengan masing-masing PT, sebagaimana yang ditanyakan oleh Bu Ayu. Beliau menambahkan bahwa dikebijakannya yang disebut melampaui adalah yang mencapai batas atas nilai maksimum.
Beliau secara bertahap melakukan penjelasan materi secara interaktif dengan peserta kegiatan pelatihan. Pak Wonny juga menjelaskan bahwa salah satu hal yang penting adalah melakukan tindakan koreksi. Tindakan yang diambil untuk meniadakan sebab-sebab ketidaksesuaian, cacat, atau hal-hal lain yang tidak dinginkan, sehingga dapat mencegah pengulangan hal-hal diatas untuk mengarah pada peningkatan mutu secara berkelanjutan. Beliau juga menambahkan bahwa perlu didapat rumuskan dalam rapat tinjauan manajemen (RTM) atau disepakati santara auditor dengan auditi. Selain itu, beliau menjelaskan terkait dengan instrumen evaluasi diri yang dapat mengikuti pola yang sudah ada dari BAN-PT. Hal yang tidak kalah penting adalah terkait dengan kode etik dan etika auditor mutu internal. Pak Wonny menegaskan bahwa praktek audit yang dilakukan saat pelatihan bukan kondisi yang sesuangguhnya. Kondisi yang sesungguhnya tim audtor harus mengunjungi obyek audit (daring/luring) dan melakukan pengujian secara riil di unit kerja sesuai area yang telah ditetapkan. Pak Wonny berpesan bahwa audit mutu internal bukanlah interograsi, penyidikan ataupun penyelidikan namun membantu organisasi dalam mencapai tujuannya dengan cara mengevaluasi mencocokan dengan ketentuan (dokumen SPMI) dan mendorong peningkatan proses ataupun standar untuk mencapai tujuan. (Lin)